Senin, 22 Maret 2021

How Was Your Day??



Zdrasti...

How Was Your Day? 

Hujan sudah di penghujung musim. Cuaca mulai membaik meskipun masih sering hujan lebat. Bunga-bunga mulai bermekaran, pohon-pohon juga tumbuh sangat subur, kupu-kupu berterbangan kesana-kemari.

Hari ini, begitu cerah tapi entah kenapa aku merasa sendu. Sebenarnya beberapa tahun ini aku sering merasa seperti ini. Ya.. entah kenapa aku malah merasa sendu ketika hari sedang cerah-cerahnya.

Entah perasaan macam ini. Bukankah seharusnya kita merasa bahagia ketika melihat hari begitu cerah. Aku merasa aneh. Kikuk pada diri sendiri. Aku bahkan kesulitan untuk memahami diri sendiri akhir- akhir ini.

Apakah aku tidak bahagia?

Tidak-tidak, aku tidak punya alasan untuk tidak bahagia ketika begitu banyak berkat dalam hidupku sekarang. Aku sangat bersyukur hidup di fase ini sekarang.

Hanya saja..

Aku merasa hampa. Aku merasa kehilangan diriku sendiri, bahkan aku tidak bisa mencerna apa yang aku rasakan dan apa aku yang pikirkan. Aku tidak merasakan sedih maupun kecewa, bahkan untuk menangis pun aku tak bisa. Terlalu lelah. Tapi anehnya ketika menulis semua ini air mataku minutes begitu saja.

Marah pun aku tak mampu, terlalu lelah untuk meluapkan emosi. Rasanya semua sia-sia, tak ada yang benar-benar mengerti apa yang aku rasakan, sekalipun mereka peduli.

Kadang aku merasa kesepian di tempat yang seharusnya aku tak merasa kesepian. Adakalanya aku merasa sendirian di saat aku tidak sendirian. Seberusaha apapun aku untuk tertawa dan terlihat biasa, entah kenapa hatiku begitu hampa.

Aku merindukan hidup di saat aku sendiri masih hidup hari ini. Aku merasa sangat gloomy di hari yang begitu cerah. Matahari bersinar dengan hangat, burung-burung serta kupu-kupu berterbangan, bunga-bunga menebarkan aroma wangi, sangat sempurna. Tapi aku merasa sangat suram.

Dulu orang-orang bilang aku aneh, dan aku merasa itu bagus artinya aku berbeda dengan yang lain. Tapi sekarang aku merasa aneh pada diri sendiri. Hatiku terasa sakit ketika aku sedang baik-baik saja. Semua hal menjadi kontradiksi. 

Adakah orang yang sama sepertiku?

Senin, 26 Agustus 2019

Belenggu


Seandainya hati manusia itu transparan.
Mungkin kita tak perlu merasa tersiksa karena memendam ini semua. Tidak akan ada kesalahpahaman. Tidak akan ada luka. Tidak akan ada yang namanya kesepian dan merasa terbuang.

Kita tahu, kita tak akan bisa saling membuang, sebenci apa pun, sesulit apa pun hidup yang kita lewati. Kita akan bersama kembali, karena kita adalah rumah untuk satu sama lain. Sekejam dan sejahat apa pun kata-kata yang kita lontarkan, tidak akan lebih besar dari rasa sayang dan cinta yang kita miliki satu sama lain.

Seandainya kita bisa memilih kehidupan kita sebelum kita hidup. Kau tidak mungkin memilih jalan sulit ini, dan aku tak akan pernah ada. Semenyesal apa pun kita, ini hidup kita.

Aku harus bagimana?
Sesungguhnya aku lelah. Bertahun-tahun ingin mengeluh, memendam semua sendiri. Berharap semua orang akan mengerti suatu hari nanti. Sekalipun aku tak mengatakannya.

Tapi nyatanya, hingga aku sedewasa ini tak satu pun orang yang mengerti keadaan kita. Bahkan kita tak bisa saling mengerti.

Aku hanya ingin pergi, kita saja. Meninggalkan semua orang yang ikut campur urusan kita. Meninggalkan semua yang menyakitkan. Memulai semua yang baru. Melupakan dendam dan luka di masa lalu.Bertahan bersama apa pun yang terjadi. Jangan saling pergi lagi. Karena sesungguhnya aku lelah sejak kecil selalu ditinggalkan.

Senin, 17 September 2018

Surat Cinta

Untuk orang yang paling aku sayangi. . .


Aku mencintaimu, tanpa harus mengatakan hal-hal manis yang membuatmu tersanjung. Aku bahagia bersamamu, tanpa harus banyak berkata. Aku menyayangimu, sangat menyayangimu.. sama seperti halnya dirimu. Bahkan mungkin lebih.

Aku selalu bersyukur bahwa Tuhan telah mempertemukanku denganmu. Dari segala kemalangan hidup ini, kamu adalah anugerah yang Dia berikan untukku. Sejak bertemu denganmu, hidupku tak lagi terasa berat. Untuk pertama kalinya, aku merasa bahwa aku memiliki tempat untuk bersandar. Orang yang bisa kupercayai dalam hidupku.

Setiap hal kecil yang kamu lakukan setiap harinya, tak henti-hentinya membuatku bersyukur. “Terima Kasih Tuhan, Kau telah menganugerahkan pria ini untukku”. Segala hal yang kamu lakukan untukku, membuatku sadar bahwa aku sangat dicintai dan aku merasa sangat berharga setiap harinya. Aku sungguh merasakan kasih sayang itu meskipun aku tak mengatakannya atau aku berkata ‘tidak’ padamu.

Aku tak pernah sekalipun merasa kurang dalam apapun bersama denganmu. Karena bersamamu adalah segalanya untukku. Aku tak perlu apapun lagi, cukup hanya dengan begini, seperti ini. Aku sudah sangat bersyukur. Aku tak ingin kamu bersedih hanya karena merasa tidak cukup memberiku kebahagiaan. Semua ini sudah membuatku sangat bahagia. Aku sudah sangat merasa cukup dengan kita yang sekarang.

Terkadang aku begitu rumit, sulit dipahami, begitu berkelut, sangat pusing. Menanyakah hal tak penting padamu. Kadang terlihat meragukanmu, bahkan mengatakan hal buruk tentangmu. Jika kamu tahu, setiap kali aku melakukan semua itu aku  melukai nuraniku sendiri. Karena mengatakan hal yang membuatmu bersedih. Hingga membuatmu merasa terluka dengan kata-kataku.

Aku hanya sangat menyayangimu, dan tak ingin kehilanganmu. Jadi, aku terus menerus memastikan bahwa kau mencintaiku. Meskipun aku sudah sangat tahu, bahwa kamu begitu menyayangiku.

Aku hanya takut, sangat takut. Hingga terkadang berpikir untuk pergi sebelum aku harus kehilanganmu nanti. Aku sering berpikir bahwa akan lebih baik jika aku pergi terlebih dahulu sebelum nanti aku kehilanganmu ketika aku sangat tidak siap.

Aku sayang padamu, sangat sayang padamu. Dengan segenap hatiku. Dengan segala doa yang kupanjatkan setiap harinya. Aku ingin kau bahagia. . .






Aku harus bagaimana??

Sabtu, 26 Mei 2018

Baa

Hubungan paling sulit dijelaskan adalah hubungan antara anak dan orang tuanya. Anak terluka karena orang tuanya, orang tua juga sering terluka karena anak mereka. Bagaimana pun hubungan mereka tetap saja mereka akan saling menyayangi, seburuk apapun yang telah terjadi.
           
Kadang, rasanya ingin menangis ketika mengingat semuanya, kenangan yang manis, sekaligus yang buruk. Bertahun-tahun aku membencinya, tak peduli padanya, mengabaikan segala perhatiannya. Aku benci sikap dan sifatnya terhadap keluarganya sendiri. Sikapnya sangat baik pada orang lain, tapi tidak pada keluarganya.
         
 Aku tahu ia orang yang baik, aku sangat tahu pasti. Dia adalah orang tua yang baik. Aku tahu dia banyak menderita selama ini. Aku tahu dia pasti sangat kesepian selama beberapa tahun ini. Aku tahu bahwa ia sudah melakukan segala yang terbaik untuk anak-anaknya. Aku tahu ia sangat menyayangi anak-anaknya.
           
Hubunganku dengannya tak pernah benar-benar kembali menjadi baik setelah kejadian bertahun-tahun lalu. Bahkan, ketika ia menangis meminta maaf, aku begitu membencinya. Aku tahu ia tak pernah bermaksud menyakiti hatiku, tapi aku sangat kecewa. Aku sering menghindarinya, menjauhinya, melihat ia berjalan jauh di depan sana. Setiap kali melihatnya aku ingin menangis, aku ingin memeluknya dan mengatakan bahwa ‘aku menyayanginya, sangat’.
          
 Kenangan buruk telah membuat segala berubah, tak pernah sama. Sekali pun aku berusaha untuk baik-baik saja. Sekali pun aku berusaha untuk melupakan segalanya, semua tak lagi sama. Aku tak ingin mengecewakannya, tapi aku tahu aku pun tak akan bisa membuatnya bahagia. Mungkin aku akan terus membuatnya terluka. Anehnya, hal yang paling aku takuti adalah, ia kesepian di hari senjanya.
          
 Setelah lama tidak bertemu, kemudian kami bertemu aku lihat warna rambutnya sudah tak hitam semua, rambut-rambut putih itu mulai timbul. Hatiku pilu hanya dengan melihat uban di rambutnya. Hatiku sakit sekali, sejak kapan uban-uban itu mulai tumbuh? Aku tak pernah menyadari bahwa semakin lama umurnya bertamabah tua. Selama ini aku menghindarinya, mungkin sudah terlalu lama.
          
 Sering kali aku merindukannya  di malam-malam menjelang tidur. Membasahi bantal semalaman karena mengingatnya, merindukannya, membencinya, menyayanginya. Aku sering bingung dengan perasaan sendiri, betapa aku menyayanginya tetapi menbencinya juga.
         
 Aku tak kuasa bahkan ketika berpikir bahwa ia kepanasan, kehujanan, kedinginan berjuang untukku. Dia sudah menderita, aku hanya mampu menambah deritanya. Aku tak pernah bisa membuatnya bangga, setidaknya itu yang aku tahu dan orang terdekatku bilang. Apapun yang aku capai tak pernah cukup untuk membuatnya bahagia. Ternyata, aku salah, mereka salah. Diam-diam dia membanggakanku di luar sana, dan ia bilang ia bahagia.
        
 Sejak aku lahir, hingga kini ia selalu berusaha untuk membahagiakanku. Namun katanya, hanya ini yang bisa ia lakukan untukku. Betapa sedihnya aku mendengarnya berkata begitu. Kurang bersyukurkah aku selama ini? Rasanya seperti di tusuk ribuan pisau di dada, pilu. 

 Saat aku ingat-ingat, betapa disayangnya aku sejak kecil. Setiap ia pulang ke rumah, ia selalu membawakan makanan kesukaanku. Ia sering membawaku ke tempat bermain ketika ia libur. Membelikan segala yang aku mau. Menggendongku ketika aku sakit. Memelukku ketika aku menangis. Melindungku ketika ada yang menyakitiku. Ia rela kehujanan agar aku tidak kena air hujan. Bahkan ia menghisap darahku ketika tangannku terluka.

Aku tak peduli padanya, tapi diam-diam ia tahu bahwa aku sering berjalan dibelakangnya tanpa menghampirinya. Ia ingat kapan tepatnya aku dilahirkan. Ia ingat segala yang aku suka dan aku benci. Ia hafal betul cara berjalanku, ia bisa mengenaliku bahkan hanya dengan mendengar langkah kakiku dari jauh.
  
Mereka bilang ia tak pernah menyayangiku. Mereka bilang ia terlalu jahat padaku, tak peduli padaku. Tapi aku tahu bahwa ia menyayangiku dari sorot matanya. Bukankah kita bisa tahu bagaimana perasaan seseorang pada kita dari caranya melihat kita? Akan terasa berbeda ketika ia menyayangi kita.

Aku sangat rindu padanya. Aku sering mengatakan bahwa moment terdamai yang aku miliki selama aku hidup di dunia adalah ketika aku tidur dipangkuaannya mendengarkan bisika daun-daun di pohon karena tersentuh angin. Ia mengelus rambutku sambil meceritakan banyak hal, nasihat dan segala harapannya terhadap anak-anaknya.
           
Jauh di lubuk hati aku sangat menyayanginya.
           
Dan aku belajar sesuatu, bahwa benar ‘Sebuas-buasnya harimau ia tak akan menyerang anaknya sendiri.
           
Dan aku tahu bahwa kata-katanya benar, bahwa ‘Mungkin ada yang namanya mantan istri, mantan suami, tetapi tidak ada yang namanya mantan anak, mantan ibu, atau mantan ayah’.
          
 Jika kita terluka karena orang tua kita, sesungguhnya mereka sangat menyayangi kita. Hanya saja, seberapa sadarkah kita terhadap kasih sayangnya, seberapa kita bersyukurkan dengan keadaan orang tua kita, seberapa mengertikah kita terhadap apa yang ia lakukan dan ia alami. . .

Ya Allah, sayangilah kedua orang tuaku seperti mereka menyayangiku di waktu kecil.

Untuk bapak, semoga Allah memberkatimu selalu. . .